MENGGAPAI RIDHA ALLAH SWT DENGAN SIKAP DERMAWAN DAN MENGHINDARI KIKIR
A. Isi Kandungan QS. Al-Lail (92): 1-7
1. Janji Allah swt. dan Rasul-Nya terhadap Orang yang Dermawan
وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡيُسۡرَىٰ
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah swt.) dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al-Lail [92]: 1-7).
Abu Fida’, Imaduddin Isma’il yang lebih dikenal dengan Ibnu Katsir dalam tafsinya menjelaskan bahwa, Allah swt. telah bersumpah: wal laili idzaa yaghsyaa (“Demi malam apabila menutupi cahaya siang”) yakni apabila menutupi makhluk dengan kegelapannya. Wan nahaari idzaa tajalla (“Dan siang apabila terang benderang”) yakni dengan cahaya dan sinarnya. Wamaa khalaqadz dzakara wal untsaa (“Dan penciptaan laki-laki dan perempuan”) inna sa’yakum lasyatta (“Sesungguhnya usahamu memang berbeda-beda.’) yakni berbagai amal perbuatan hamba-hamba-Nya yang mereka kerjakan saling bertentangan dan juga bertolak belakang, dimana ada yang berbuat kebaikan dan ada juga yang berbuat keburukan. “Fa ammaa man a’thaa wattaqaa (“Adapun orang yang memberikan [hartanya di jalan Allah swt.] dan bertakwa). Yakni mengeluarkan apa yang diperintahkan untuk dikeluarkan dan bertakwa kepada Allah swt. dalam segala urusannya. Wa shaddaqa bil husnaa (“Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik.”) yakni diberi balasan atas semuanya itu. Fasanuyassiruhuu lil yusraa (“Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.”) Ibnu Abbas mengatakan: “Yakni menuju kepada kebaikan.”
Allah swt. telah bersumpah, demi malam dan siang, demi penciptaan laki-laki dan perempuan, Allah swt. menjanjikan balasan yang terbaik berupa pahala dan surga di akhirat kelak, dan berbagai jalan kemudahan yang akan menghantarkan menuju kebaikan itu, bagi hamba yang gemar bersedekah dan bertakwa kepada-Nya, serta membenarkan dan yakin akan adanya pahala yang terbaik baginya.
2. Isi Kandungan Hadis
Rasulullah menjanjikan kemuliaan dan derajat yang tinggi bagi orang yang dermawan, sebagaimana sabda beliau:
عن أبي هريرة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال مَانَقَضَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah swt. menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya), kecuali kemuliaan (di dunia dan di akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah swt. kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan di akhirat).” (HR. Muslim).
Kembali ke hadis di atas, Abdullah bin Taslim menjelaskan bahwa Arti “tidak berkurangnya harta dengan sedekah” adalah dengan tambahan keberkahan yang Allah swt. jadikan pada harta dan terhindarnya harta dari hal-hal yang akan merusaknya di dunia, juga dengan didapatkannya pahala dan tambahan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah swt. di akhirat kelak, meskipun harta tersebut berkurang secara kasat mata.” Allah swt. berfirman,
قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُۥۚ وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah Swt. akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ [34]: 39).
Makna firman-Nya “Allah swt. akan menggantinya” yaitu dengan keberkahan harta di dunia dan pahala yang besar di akhirat.
Kata al-'afwu (memaafkan) dalam hadis di atas artinya memaafkan perbuatan salah dan tidak menghukumnya.
Sedang Arti bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusia, karena sifatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan di sisi Allah Swt.
Arti tawadhu‟ (merendahkan diri) karena Allah Swt. adalah merendahkan diri dari kedudukan yang semestinya pantas bagi dirinya, untuk tujuan menghilangkan sifat ujub (bangga terhadap diri sendiri), dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya, dan bukan untuk kepentingan duniawi.
Adapun arti ketinggian derajat orang yang merendahkan diri, karena Allah Swt. di dunia adalah dengan ditinggikan dan dimuliakan kedudukannya di hati manusia karena sifat tersebut, dan di akhirat dengan pahala yang agung dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. Ini termasuk sifat orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. berfirman,
تِلۡكَ ٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ نَجۡعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوّٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فَسَادٗاۚ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلۡمُتَّقِينَ
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash [28]: 83)
B. Isi Kandungan QS. Al-Lail(92): 8-11
1. Ancaman Allah swt. Bagi yang Kikir atau Bakhil
Islam sangat membenci sifat bakhil, karena sifat bakhil salah satu dari karakter orang munafiq yang tidak mau berkorban untuk kebaikan. Padahal karakter orang yang beriman adalah siap berkorban dengan apa saja demia Islam dan Allah swt. sedangkan orang yang bakhil akan jauh dari Allah swt. dan Dia akan menimpakan berbagai keburukan, kesesatan dan memasukkannya ke dalam neraka.
وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ وَمَا يُغۡنِي عَنۡهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail [92]: 8-11).
Dalam tafsir Ibnu Kasir dijelaskan bahwa, Wa ammaa mam bakhila was taghnaa (“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup.”) ‘Ikrimah berkata dari Ibnu ‘Abbas: “Yakni kikir terhadap hartanya dan tidak membutuhkan Rabb-nya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Wakadzdzaba bil husnaa (“Serta mendustakan pahala yang terbaik.”) yakni mendustakan pahala di alam akhirat kelak. FasanuyassiruHuu lil ‘usraa (“Maka kelak kami akan menyiapkan baginya [jalan] yang sukar.”) Yakni jalan keburukan, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt. yang artinya: “dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’am: 110)
Ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang pengertian ini cukup banyak yang menunjukkan bahwa Allah swt. akan memberi balasan kepada orang yang menuju kepada kebaikan berupa taufiq untuk mengarah kepadanya. Dan barangsiapa menuju kepada keburukan, akan diberi balasan berupa kehinaan. Semuanya itu sesuai dengan takdir yang ditetapkan.
Firman Allah swt.: wa maa yughnii „anhu maa luhuu idzaa taraddaa (“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. “Yakni, jika telah binasa di dalam Neraka.”
2. Isi Kandungan Hadis Riwayat Muslim dari Jabir
Rasulullah saw. telah mengingatkan kita agar menjauhi sifat zalim dan kikir karena sifat zalim menjadikan kegelapan bagi manusia pada hari kiamat dan sifat kikir inilah yang telah mencelakakan dan menjadi sebab terjadinya pertumpahan darah diantara umat terdahulu.
وَعَنْ جَابِرِ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اتَّقُوْا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوْا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوْا مَحَارِمَهُمْ. (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari Jabir radliyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah (takutlah) oleh kalian perbuatan dhalim, karena kedhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena kikir telah mencelakakan umat sebelum kalian, yang mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan bagi mereka.” (HR. Muslim).
Dalam hadis ini terdapat peringatan dari berbuat zalim dan anjuran untuk berbuat adil. Syari’at Islam memerintahkan untuk berlaku adil, dan melarang dari berbuat zalim. Lawan dari zalim adalah adil.
Adil artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya serta melaksanakan hak-hak yang wajib. Adapun zalim yaitu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Keadilan yang paling adil dan yang pokok adalah mengakui dan mengikhlaskan tauhid hanya kepada Allâh Swt. semata, beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang baik, serta mengikhlaskan agama dan ibadah hanya kepada Allah swt.
Kezhaliman yang paling yaitu berbuat syirik, menyekutukan Allah swt. sebagaimana nasihat Luqman kepada anaknya;
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah swt., sesungguhnya mempersekutukan (Allah swt) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman[31]: 13).
Rasulullah saw. Mengajarkan kita untuk berlindung kepada Allah dari kezaliman,
اللهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزِلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (oleh syaitan atau orang berwatak syaitan), berbuat kesalahan atau disalahi, tergelincir atau digelincirkan orang, mendhalimi (menganiaya) atau didhalimi (dianiaya), dan berbuat bodoh atau dibodohi.
Pada hadis di atas juga mengingatkan kita agar menjauhi sifat kikir/bakhil. Di antara manusia ada yang kikir mengeluarkan zakat, padahal zakat itu akan membersihkan hartanya dan mensucikan dirinya. Di antara manusia juga ada yang kikir dan pelit terhadap dirinya sendiri, istrinya, dan anak-anaknya, juga pelit terhadap karib kerabatnya, teman-teman karibnya, tamunya, orang-orang fakir miskin, dan lainnya.
Karena itulah terdapat ancaman yang keras dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih bagi orang yang mempunyai sifat dan mengidap penyakit bakhil, kikir dan pelit ini.
Allah swt. berfirman:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا لَّهُمۖ بَلۡ هُوَ شَرّٞ لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah swt. kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. milik Allâh-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allâh maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali ‘Imran [3]:180).
Bakhil dalam bahasa arab biasa disebut dengan as syuhha. Sedang dalam istilah adalah bakhilnya seseorang terhadap harta dan segala kebaikan yang ada pada dirinya atau pada orang lain.
“Hendaklah kalian jauhi sifat bakhil, maka sesungguhnya telah celaka orang-orang sebelum kalian dengan kebakhilan: memerintahkan kepada mereka dengan kebakhilan kemudian mereka bakhil, dan memerintahkan kepada merela untuk memutus silaturrahmi kemudian mereka putus, dan memerintahkan kepada mereka dengan perbuatan dosa kemudian ia melakukannya.” ( HR. Abu Daud )
Bakhil, kikir, dan pelit termasuk perkara yang membinasakan, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ.
Tiga perkara yang membinasakan (yaitu) kikir (pelit) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan takjubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.
Rasulullahh Saw. juga banyak memanjatkan doa di bawah ini:
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ، وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ، وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, sifat bakhil (kikir), pengecut, lilitan hutang, dan dikuasai orang lain.